Surabaya (beritajatim.com) - Jauh panggang daripada api, itu adalah ungkapan yang disematkan kepada PT Liga Indonesia (PT LI) oleh Direktur LSM SEMPRIT (Sepakbola Menuju Prestasi Tertinggi) Ari Wibowo dalam rilis resminya, Sabtu (3/12/2011) ini. Menurutnya, antara pengakuan dan kenyataan berbeda jauh alias ekstrem sekali.
PT LI selalu mengaku dirinya sebagai pengelola kompetisi yang sah di republik ini, sehingga masih berpura-pura memakai statuta PSSI sebagai acuannya. Soal jumlah 18 klub dan soal klub-klub yang berhak ikut serta, semuanya mengacu ke organisasi PSSI. Publik dan media terus diberikan kamuflase seolah PT LI adalah bagian dari PSSI.
Akan tetapi dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa PT LI ini sebenarnya bukanlah bagian integral dari PSSI. PT LI seakan adalah organisasi tidak jelas yang mengaku bagian dari PSSI untuk hal-hal yang klop dengan kepentingan mereka. Tetapi disaat mereka berada di dalam kondisi tak mampu mempengaruhi PSSI, PT LI memposisikan diri tidak terikat kepada PSSI.
LSM SEMPRIT mempertanyakan apa landasan legal dari klub-klub seperti Persiram, Persegres, PSAP dan PSMS masuk ke ISL? Ini soal landasan legalnya. Kalau alasannya mungkin karena mereka masuk 8 Besar Divisi Utama musim lalu. Jika tidak melalui keputusan rapat Exco atau Kongres, bisakah menetapkan 4 klub tersebut secara sepihak hanya melalui keputusan CEO PT LI berdasar Peraturan Organisasi di PT LI?
Di kasus ini menunjukkan bahwa PT LI sadar mereka tak bisa mempengaruhi PSSI untuk menggelar rapat Exco yang agendanya mengesahkan 4 klub dimaksud masuk ke ISL. Sehingga PT LI memilih caranya sendiri agar bisa memasukkan 4 klub tersebut masuk ke kompetisi ISL.
Kasus kedua adalah soal ancaman sanksi yang disampaikan PSSI kepada klub-klub pembangkang yang nekat ikut ISL. Pernyataan sekretaris PT LI Tigor Shalom yang mengatakan bahwa soal sanksi adalah urusan antara klub dan PSSI, secara tak langsung menunjukkan bahwa PT LI bukanlah bagian integral dari PSSI. Jika benar PT LI merasa bagian dari PSSI, mana mungkin PSSI akan menjatuhkan sanksi kepada klub yang berkompetisi dibawah PT LI?
"Pernyataan ini rancu sekali dan logikanya sulit diterima. PT LI lepas tangan urusan ancaman sanksi PSSI yang akan menimpa klub-klub peserta ISL," ujar Ari Wibowo.
Kasus ketiga adalah soal tidak didaftarkannya Persipura mengikuti (playoff) Liga Champion Asia. Sejak awal Joko Driyono yang merasa masih masuk di komite adhoc AFC menjamin Persipura tetap bisa tampil di LCA. Tetapi sejak jabatan di AFC dicopot, Joko tak punya kewenangan apapun.
Yang terjadi adalah, PT LI tak mampu berbuat apa-apa guna memperjuangkan tiket Persipura. Malah kemudian Persipura memakai jasa Roberto Rouw yang juga salah satu Exco PSSI untuk mengurusnya langsung ke markas AFC di Kuala Lumpur. Kenapa bukan melalui organisasi PSSI dalam memperjuangkan tuntutan Persipura tersebut?
Beberapa contoh kasus diatas menunjukkan bahwa PT LI secara hubungan organisasi tak punya akses apapun ke PSSI. Semua kebijakan PT LI selalu berseberangan dengan PSSI. LSM SEMPRIT mengibaratkan PT LI adalah kapal perang milik PSSI yang dinahkodai oleh kelompok pembajak, yang menggunakannya untuk berlayar ke tujuannya sendiri. Kapalnya tetap memasang bendera PSSI, bukan memasang bendera bajak laut, supaya mampu mengecoh kepentingan banyak pihak.
Untuk itu LSM SEMPRIT mendukung penuh upaya PSSI yang akan mengajukan gugatan melalui pengadilan ke PT LI (baca: pengurus PT LI) terkait berbagai distorsi dan penyimpangan yang dilakukan di tubuh PT LI.
0 komentar:
Posting Komentar